Disusun oleh : Aditya Irawan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Jakarta
ABSTRAK
Penjatuhan pidana mati merupakan bagian terpenting dari proses peradilan pidana. Penerapan pidana mati oleh Negara melalui putusan pengadilan, berarti Negara mengambil hak hidup terpidana yang merupakan hak asasi manusia yang sifatnya tidak dapat dibatasi (non derogable). Oleh karena itu penerapannya harus memperhatikan Hak Asasi Manusia terpidana. Tujuan jurnal ini adalah untuk mengetahui penjatuhan hukuman mati bagi pelaku kejahatan, bertentangan dengan atau tidak dengan hak asasi manusia dan kriteria penjatuhan pidana mati bagi pelaku kejahatan yang tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Metode yang digunakan adalah menggunakan metode deskriptif dan analisis dokumen dengan mengumpulkan data dari dokumen hukum, laporan, dan jurnal terkait dengan penerapan pidana mati pada sistem peradilan pidana Indonesia.
PENDAHULUAN
Patut untuk diketahui bersama, sebelum membicarakan tentang penerapan pidana mati pada peradilan Hukum di Indonesia. Bahwa secara historis penerapan hukuman mati telah ada sejak zaman kuno, dalam sejarah peradaban kuno praktik eksekusi mati setidaknya sudah diberlakukan sejak zaman Babilonia di Mesopotamia salah satu bukti kuatnya adalah adanya undang-undang Hammarubi yang ditulis pada permukaan batu sekitar tahun 1754 SM. UU tersebut disusun atau dibuat oleh Raja Hammarubi yang memerintah Mesopotamia antara 1792-1750 SM. Di dalamnya terdapat 282 butir hukum yang mengatur hubungan sosial masyarakat Babilonia pada masa itu, termasuk juga masalah yang berhubungan dengan pidana mati. Sedangkan di mesir kuno sendiri hukuman mati telah diterapkan di Mesir kuno sejak sekitar 3000 SM. Salah satu metode eksekusinya adalah dengan memenggal kepala dari si terpidana. Tetapi hal ini berbeda dengan Yunani kuno hukuman mati juga diterapkan di Yunani kuno sejak sekitar tahun 5 SM metode eksekusi yang umumnya digunakan adalah dengan racun ataupun pancung. Di Indonesia Pidana mati mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918 sebagaimana tercantum dalam Wetboek Van strafrecht (KUHP) yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial Belanda berdasarkan K.B.V. 15 Oktober 1915, No. 33. S. 15-732 jis. 17-497, 645 yakni W.v.S yang sudah berlaku di Hindia Belanda. Peninjauan pidana mati telah dinasionalisasikan dengan UU Nomor 1 Tahun 1946 yang delik-deliknya itu terdapat dalam pasal 10 KUHP dan ada pula delik yang tersebar diluar KUHP dalam wujud UU. Ketentuan itu telah ditransformasikan dalam memori penjelasan (Memorie van Toelichting), bahwa negara berhak untuk menjalankan semua peraturan ini, termasuk pidana mati sebagai keharusan dengan maksud agar negara dapat memenuhi kewajibannya untuk menjaga ketertiban hukum dan kepentingan umum (A. Hamzah dan A, Sumangelipu, 1984)
DISKUSI
Meskipun penerapan pidana mati masih dianggap efektif dalam menangani kejahatan berat, ada banyak kekhawatiran tentang ketidakadilan sosial yang mungkin timbul sebagai akibat dari penerapan hukuman tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan implikasi sosial, politik, dan budaya dari penerapan pidana mati di Indonesia. Selain itu, ada perluasan dalam mempertimbangkan opsi alternatif seperti rehabilitasi dan perawatan bagi pelaku kejahatan yang memiliki masalah mental dan sosial yang mempengaruhi perilaku kriminal mereka.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pidana mati di Indonesia masih menjadi kontroversi dan konteks sosial dan politik serta agama dan budaya mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam menggunakan hukuman tersebut. Namun, penerapan pidana mati pada sistem peradilan pidana Indonesia masih mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan terdapat upaya untuk memastikan bahwa hukuman mati diterapkan secara adil dan objektif. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa penerapan pidana mati di Indonesia masih mengandung banyak kelemahan dari perspektif hukum dan keadilan. Beberapa masalah yang ditemukan adalah tidak adanya standar yang jelas dalam menentukan hukuman mati, banyaknya kasus yang diputuskan tanpa bukti yang cukup, serta adanya diskriminasi dalam penerapan hukuman. Berdasarkan analisis konstitusionalitas, penerapan pidana mati di Indonesia dinilai bertentangan dengan beberapa pasal dalam konstitusi, seperti Pasal 28A, 28B, dan 28I. Selain itu, penerapan hukuman mati di Indonesia juga dianggap tidak memenuhi standar hak asasi manusia internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Dalam penerapan nya pidana mati dalam peradilan hukum di Indonesia, terdapat Tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Aspek hukum: Penerapan pidana mati harus didasarkan pada undang-undang yang berlaku dan memenuhi prinsip keadilan dan proporsionalitas.
- Aspek sosiologis: Penerapan pidana mati dapat mempengaruhi masyarakat dan citra negara Indonesia di mata internasional. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tentang efektivitas dan efisiensi hukuman mati dalam mencegah kejahatan.
- Aspek hak asasi manusia: Penerapan pidana mati harus memperhatikan hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dan perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa penerapan hukuman mati di Indonesia masih diatur oleh undang-undang yang kontroversial dan banyak menimbulkan interpretasi yang berbeda di kalangan hakim. Selain itu, pengadilan hukum di Indonesia masih dihadapkan pada banyak tantangan dalam menerapkan hukuman mati, seperti masalah administratif, permasalahan kebijakan, dan keberatan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, solusi yang diberikan dalam jurnal ini meliputi pengkajian ulang undang-undang terkait penerapan hukuman mati, peningkatan kualitas peradilan hukum, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang dampak dari penerapan hukuman mati.
KESIMPULAN
Penerapan pidana mati di Indonesia masih menjadi topik yang kontroversial, penerapan hukuman mati di Indonesia masih banyak menimbulkan kontroversi dan tantangan bagi sistem peradilan hukum. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian ulang dan evaluasi terhadap undang-undang dan peraturan terkait penerapan hukuman mati di Indonesia, serta peningkatan kualitas peradilan hukum dan kesadaran masyarakat tentang dampak dari penerapan nya Meskipun efektif dalam menangani kejahatan berat, penting untuk mempertimbangkan implikasi sosial, politik, dan budaya dari penerapan pidana mati serta opsi alternatif dalam menangani pelaku kejahatan yang memiliki masalah mental dan sosial. Penerapan pidana mati dalam peradilan hukum di Indonesia perlu diperhatikan dari segi hukum dan sosiologis. Perlu dilakukan studi tentang efektivitas dan efisiensi hukuman mati dalam mencegah kejahatan serta memperhatikan hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dan perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.