Next-Gen IP Protection : Urgensi Regulasi Blockchain untuk Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Indonesia

Daftar Isi
a sign on the side of a building

Next-Gen IP Protection : Urgensi Regulasi Blockchain untuk Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Indonesia 

Oleh : Lutfi Ardiansyah Suwarsa Paralegal Law Office TTW & PARTNERS

 

ABSTRAK

Perkembangan teknologi digital telah membawa tantangan baru dalam perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Blockchain, sebagai sistem terdesentralisasi yang dapat mencatat dan memverifikasi transaksi secara aman, memiliki potensi besar dalam meningkatkan transparansi dan keamanan dalam perjanjian lisensi hak cipta. Namun, regulasi di Indonesia belum cukup untuk mengakomodasi pemanfaatan teknologi ini dalam perlindungan hak cipta digital. Permasalahan utama meliputi maraknya pembajakan, lemahnya penegakan hukum, dan sistem pencatatan yang kurang transparan. Beberapa negara seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat telah mengadopsi blockchain dalam sistem hukum mereka untuk mengelola hak cipta secara otomatis dan efisien. Oleh karena itu, Indonesia perlu melakukan reformasi hukum yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi dengan mengintegrasikan blockchain dalam regulasi perlindungan hak cipta. Hal ini dapat dilakukan melalui revisi Undang-Undang Hak Cipta serta mendorong kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan industri kreatif dalam menciptakan ekosistem yang mendukung penerapan teknologi ini. Dengan regulasi yang jelas, blockchain dapat digunakan sebagai alat pencatatan yang sah, memastikan pembayaran royalti secara transparan, serta memperkuat sistem perlindungan hak cipta digital di Indonesia.

Kata Kunci: Perlindungan HKI, Blockchain, Regulasi Digital, Reformasi Hukum.

  1. Pendahuluan

Indonesia Emas 2045 adalah visi strategis yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada peringatan 100 tahun kemerdekaannya. Visi ini menjadi harapan besar bagi rakyat Indonesia dalam mencapai kesejahteraan yang lebih baik. Untuk mewujudkannya, pemerintah telah menetapkan empat pilar utama pembangunan sebagai landasan strategis. Namun, dalam implementasinya, berbagai tantangan masih menghambat pencapaian visi tersebut, terutama dalam aspek Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan. Salah satu permasalahan yang mencerminkan tantangan ini adalah belum optimalnya regulasi hukum di Indonesia dalam mengikuti perkembangan teknologi.

Dalam konteks perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI), Next-Gen IP Protection menjadi bagian penting dari pilar keempat pembangunan Indonesia Emas 2045 yang menekankan supremasi hukum. Pilar ini menuntut keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), namun hingga kini masih banyak permasalahan hukum yang belum terselesaikan, terutama dalam era digital. Salah satu isu krusial adalah perlindungan bagi inventor dalam perjanjian lisensi hak cipta. Berdasarkan Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Hak Cipta, lisensi merupakan izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaan atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.

Dengan pesatnya pertumbuhan sektor publikasi digital, kasus pelanggaran hak cipta dalam ranah digital semakin mengkhawatirkan. Banyak pemilik hak cipta menghadapi kesulitan dalam melindungi karya mereka dari penggunaan ilegal. Selama beberapa tahun terakhir, blockchain telah menarik perhatian sebagai sistem keamanan informasi yang andal dan berkembang menjadi elemen penting dalam perlindungan data.Permasalahan utama yang dihadapi Indonesia dalam perlindungan hak cipta adalah maraknya pembajakan dan pelanggaran lisensi yang masih sulit dikendalikan. Sistem pencatatan tradisional yang digunakan saat ini memiliki banyak kelemahan, seperti kurangnya transparansi, risiko pemalsuan dokumen, serta keterbatasan dalam menelusuri kepemilikan dan perubahan lisensi suatu karya. Akibatnya, banyak pencipta karya mengalami kerugian ekonomi akibat eksploitasi ilegal atas hasil kreativitas mereka.

Selain itu, lemahnya penegakan hukum di bidang HKI menjadi tantangan tersendiri. Meskipun Indonesia telah memiliki berbagai regulasi terkait hak cipta, seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, implementasi dan penegakan hukum masih sering mengalami kendala. Proses administratif yang panjang, birokrasi yang kompleks, serta keterbatasan pemahaman terhadap teknologi digital semakin memperumit upaya perlindungan hak cipta.

Metode yang paling umum digunakan untuk menyelesaikan sengketa pelanggaran hak cipta meliputi negosiasi langsung, pemberitahuan serta proses penghapusan, atau melalui gugatan perdata. Dalam kasus pelanggaran hak cipta berskala besar yang bersifat komersial, terutama yang melibatkan pemalsuan, sering kali tindakan hukum pidana diterapkan. Perubahan dalam ekspektasi publik, perkembangan teknologi digital, serta meluasnya jangkauan internet telah menyebabkan meningkatnya kasus pelanggaran hak cipta yang dilakukan secara anonim. Akibatnya, banyak industri yang bergantung pada hak cipta kini tidak lagi terlalu berfokus pada penindakan terhadap individu yang mengakses dan membagikan konten berhak cipta secara daring. Sebaliknya, perhatian mereka lebih tertuju pada perluasan regulasi hak cipta agar dapat mengenali dan memberikan sanksi kepada penyedia layanan serta distributor perangkat lunak yang dianggap memfasilitasi atau mendorong individu untuk melakukan pelanggaran secara tidak langsung.

Sebagai solusi, penerapan blockchain untuk sistem perjanjian lisensi hak cipta dapat menjadi langkah inovatif dalam menghadapi tantangan tersebut. Teknologi ini memungkinkan pencatatan hak cipta yang tidak dapat diubah (immutable), verifikasi kepemilikan yang lebih akurat, serta transaksi lisensi yang dapat dieksekusi secara otomatis melalui smart contract. Dengan demikian, blockchain dapat meningkatkan keamanan, efisiensi, dan transparansi dalam pengelolaan hak cipta di Indonesia.

Jika dibandingkan dengan sistem konvensional, penggunaan blockchain menawarkan berbagai keunggulan dalam aspek legalitas dan efektivitas perlindungan HKI. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, pemanfaatan blockchain dalam perlindungan hak cipta telah mulai diterapkan dengan hasil yang positif. Oleh karena itu, Indonesia perlu segera merumuskan regulasi yang mendukung penerapan teknologi ini agar tidak tertinggal dalam era digital yang semakin berkembang.

Oleh karena itu, urgensi regulasi terkait blockchain untuk perlindungan perjanjian lisensi hak cipta di Indonesia menjadi hal yang mendesak. Pemerintah, akademisi, dan industri kreatif perlu berkolaborasi dalam merancang kebijakan yang tidak hanya sesuai dengan perkembangan teknologi, tetapi juga dapat melindungi hak pencipta secara efektif. Dengan adanya regulasi yang jelas dan implementasi yang tepat, diharapkan ekosistem hak cipta di Indonesia dapat berkembang lebih baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak yang terlibat.

 

  1. PEMBAHASAN

Konsep Blockchain dan Potensinya dalam Perlindungan Hak Cipta  

Blockchain merupakan teknologi terdesentralisasi yang sering dikaitkan dengan mata uang kripto seperti Bitcoin dan dirancang untuk menjaga keamanan serta anonimitas transaksi daring. Istilah “blockchain” merujuk pada fungsinya sebagai buku besar digital yang terdistribusi dan terenkripsi. Buku besar ini terdiri dari blok-blok data yang dihubungkan secara kriptografis. Setelah melalui proses validasi terdesentralisasi yang melibatkan partisipasi pengguna dalam jaringan, setiap blok dikaitkan dengan blok sebelumnya, sehingga menghilangkan kebutuhan akan perantara yang mahal. Struktur ini memastikan bahwa setiap blok yang telah ditambahkan tidak dapat dimodifikasi atau dihapus, sehingga mencegah terjadinya manipulasi.

Integrasi teknologi blockchain dengan pendaftaran serta perlindungan hak digital memungkinkan data hak cipta tersimpan dalam blok yang saling terhubung dalam rantai blok (blockchain). Setiap blok dilengkapi dengan stempel waktu dan hash pointer yang mengarah pada nilai hash dari blok sebelumnya, memastikan integritas serta ketidakmungkinan manipulasi terhadap informasi hak cipta digital. Selain berfungsi dalam penegakan hak hukum, blockchain juga dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan untuk menciptakan sistem pembayaran yang hampir sepenuhnya otomatis.

Saat ini, beberapa perusahaan seperti Blockai, Mediachain, Ascribe, dan Ujo Music telah mengadopsi teknologi blockchain untuk mendaftarkan serta melindungi hak cipta. Teknologi ini memungkinkan individu tidak hanya menemukan karya seni melalui berbagai platform, tetapi juga menggunakannya tanpa melanggar hak pencipta. Informasi yang tersimpan dalam blockchain memiliki daya tahan tinggi dan dapat diandalkan, selama ekosistem blockchain tetap kuat serta data yang tersimpan tetap tersebar dalam rantai blok.

Dengan adanya fitur ini, pembayaran royalti kepada pencipta dapat dilakukan secara transparan dan langsung tanpa melalui perantara, mengurangi potensi penyalahgunaan serta mempercepat distribusi pendapatan bagi pemilik hak cipta. Misalnya, dalam industri musik, seorang musisi dapat mengunggah lagunya ke dalam platform berbasis blockchain, di mana setiap kali lagunya diputar atau digunakan dalam proyek komersial, sistem akan secara otomatis mendistribusikan royalti sesuai perjanjian yang telah disepakati. Hal ini menghilangkan kebutuhan akan perantara dan memastikan pencipta mendapatkan pembayaran secara langsung dan transparan.

Table 1 Sumber Tim Deteksi Skor scoredetect.com

Fitur Manfaat
Lisesnsi Otomatis Kontrak pintar mengotomatiskan proses perizinan
Pembayaran Royalti Real-Time Sistem pembayaran berbasis Blockchain memungkinkan kompensasi cepat bagi kreator

 

Sebagai contoh konkret, platform seperti Mycelia yang dikembangkan oleh musisi Imogen Heap telah berhasil menerapkan teknologi blockchain dalam distribusi musik dengan menggunakan smart contract untuk memastikan pembayaran royalti secara otomatis kepada pemegang hak cipta. Di Indonesia, konsep serupa dapat diterapkan pada industri kreatif seperti film dan literasi digital untuk memastikan bahwa setiap pencipta mendapatkan hak ekonominya tanpa adanya manipulasi atau pelanggaran perjanjian lisensi.

Berikut adalah beberapa contoh bagaimana perusahaan menggunakan blockchain untuk melindungi hak cipta :

 

Perusahaan Keterangan
Blockai Layanan berbasis blockchain untuk penulis dan seniman memanfaatkan stempel waktu (time stamps) untuk melacak perkembangan karya secara transparan. Setiap pengguna memiliki profil yang mengontrol akses informasi dan mengelola sertifikat kepemilikan. Setelah karya diunggah, sistem memungkinkan pelacakan otomatis, mendeteksi pelanggaran hak cipta, serta memberi peringatan kepada pemilik jika terjadi akses yang tidak sah.
Mediachain Lab Platform berbasis blockchain ini menyediakan layanan foto stok dan distribusi musik dengan menghubungkan konten media langsung ke penciptanya. Pengguna dapat mencari atau mengunggah foto untuk mengidentifikasi pemilik asli, sementara nama penulis otomatis dikreditkan saat digunakan.
Ujo Music platform ini memungkinkan publikasi mandiri tanpa perantara label besar, serta pengelolaan pemasaran dan data secara independen. Pembayaran, termasuk unduhan dan lisensi, dilakukan menggunakan cryptocurrency Ether, memastikan transparansi dan pelacakan transaksi.
Sony Menggunakan blockchain untuk meningkatkan manajemen hak digital
Blokir Mendaftarkan dan mengelola hak digital untuk penulis dan artis

 

Meskipun blockchain menawarkan solusi inovatif, tantangan dalam implementasinya di Indonesia masih cukup besar, terutama dari sisi regulasi dan kesiapan teknologi. Hingga saat ini, Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia belum mengakomodasi penggunaan teknologi blockchain dalam pencatatan perjanjian lisensi. Selain itu, kurangnya pemahaman masyarakat dan pelaku industri mengenai manfaat blockchain menjadi kendala dalam adopsi teknologi ini secara luas. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera menyusun kebijakan yang mendukung pemanfaatan blockchain dalam perlindungan hak cipta serta meningkatkan literasi digital bagi para pencipta karya.

Di sisi lain, peningkatan literasi digital bagi para pelaku industri kreatif juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan implementasi blockchain dalam perlindungan hak cipta. Banyak pencipta karya di Indonesia yang masih belum memahami sepenuhnya bagaimana teknologi ini dapat membantu mereka dalam mengamankan hak ekonomi atas karya mereka. Oleh karena itu, diperlukan program edukasi dan sosialisasi yang lebih luas agar teknologi blockchain dapat diadopsi secara optimal oleh para pemilik hak cipta.

Dengan demikian, penerapan blockchain dalam perlindungan hak cipta di Indonesia bukan hanya sebuah inovasi teknologi, tetapi juga sebuah kebutuhan dalam menghadapi tantangan hukum di era digital. Jika regulasi yang mendukung segera diterapkan dan ekosistem yang kondusif dapat dibangun, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan sistem perlindungan hak cipta yang lebih transparan, adil, dan efisien bagi seluruh pelaku industri kreatif di masa depan.

Kesenjangan Regulasi Blockchain dalam Perlindungan Hak Cipta di Indonesia

Teknologi blockchain telah berkembang pesat dan menawarkan solusi inovatif dalam perlindungan hak cipta digital. Sebagai sistem terdesentralisasi yang dapat mencatat dan memverifikasi transaksi tanpa perantara, blockchain mampu memberikan transparansi, keamanan, serta otentikasi kepemilikan karya digital. Namun, di Indonesia, regulasi terkait pemanfaatan blockchain dalam perlindungan hak cipta masih belum matang dan belum memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga berpotensi menghambat perkembangan teknologi ini dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta secara efektif.

Salah satu permasalahan utama adalah belum adanya regulasi khusus yang mengakomodasi penggunaan blockchain dalam perlindungan hak cipta. Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, belum memasukkan mekanisme berbasis teknologi blockchain sebagai alat pencatatan dan perlindungan hak cipta yang sah. Akibatnya, karya yang telah didaftarkan melalui blockchain tidak memiliki pengakuan hukum yang sama dengan sistem pencatatan konvensional yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

Selain itu, pelanggaran hak cipta di era digital semakin kompleks dengan banyaknya konten yang disebarluaskan tanpa izin di berbagai platform daring. Teknologi blockchain sebenarnya dapat digunakan untuk mencatat hak kepemilikan secara permanen dan memungkinkan pemegang hak cipta melacak penggunaan karya mereka secara transparan. Sayangnya, tanpa regulasi yang jelas, pelaku industri kreatif di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menegakkan hak-hak mereka menggunakan teknologi ini.

Sebagai perbandingan, beberapa negara telah lebih maju dalam mengadopsi regulasi blockchain untuk perlindungan hak cipta. Uni Eropa, misalnya, telah mengembangkan Digital Single Market Copyright Directive yang mendukung implementasi teknologi baru dalam perlindungan hak cipta digital. Sementara itu, di Amerika Serikat, beberapa perusahaan berbasis blockchain seperti Ascribe dan Ujo Music telah diakui dalam sistem hukum untuk mencatat dan mengelola hak cipta secara otomatis. Indonesia masih tertinggal dalam aspek ini karena belum adanya regulasi yang mendukung pemanfaatan blockchain dalam ranah hukum hak cipta.

Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Hak Cipta yang memasukkan mekanisme blockchain sebagai salah satu metode pencatatan yang sah. Pemerintah dapat bekerja sama dengan akademisi, praktisi teknologi, serta industri kreatif untuk merancang regulasi yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Dengan adanya dasar hukum yang kuat, blockchain dapat digunakan sebagai alat untuk memastikan keabsahan kepemilikan karya dan mencegah pelanggaran hak cipta secara lebih efektif.

Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam menciptakan platform blockchain yang terintegrasi dengan DJKI. Dengan begitu, pencipta karya dapat mendaftarkan hak cipta mereka secara otomatis melalui sistem berbasis blockchain yang terhubung dengan basis data nasional. Langkah ini tidak hanya meningkatkan efisiensi pencatatan hak cipta, tetapi juga memperkuat sistem perlindungan hak cipta digital di Indonesia blockchain dapat mendukung proses pengawasan dan penindakan pelanggaran hak cipta. Saat ini, penegakan hukum atas pelanggaran hak cipta digital masih menghadapi kendala dalam pembuktian kepemilikan dan pencatatan penggunaan karya. Dengan blockchain, setiap transaksi dan distribusi karya dapat tercatat secara permanen dan tidak dapat diubah, sehingga memudahkan aparat hukum dalam menangani kasus pelanggaran hak cipta.

Lebih lanjut, adopsi regulasi blockchain dalam hak cipta juga dapat membuka peluang ekonomi baru bagi pelaku industri kreatif. Sistem lisensi berbasis smart contract dapat diterapkan untuk mempermudah transaksi antara pencipta dan pengguna karya, termasuk dalam pengaturan royalti yang lebih transparan dan otomatis. Dengan regulasi yang mendukung inovasi ini, Indonesia dapat meningkatkan daya saing industri kreatif di tingkat global.

Dengan demikian, kesenjangan regulasi blockchain dalam perlindungan hak cipta di Indonesia harus segera diatasi melalui pembentukan kebijakan yang progresif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi. Regulasi yang jelas dan komprehensif tidak hanya melindungi hak pencipta karya, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekosistem digital yang lebih aman dan inovatif di Indonesia.

  1. Kesimpulan

Blockchain memiliki potensi besar dalam meningkatkan transparansi dan keamanan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), terutama dalam perjanjian lisensi hak cipta digital. Teknologi ini memungkinkan pencatatan hak cipta yang tidak dapat diubah, verifikasi kepemilikan lebih akurat, serta eksekusi otomatis perjanjian lisensi melalui smart contract. Beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mengadopsi blockchain dalam regulasi mereka untuk mengelola hak cipta secara lebih efisien.

Namun, di Indonesia, regulasi yang ada belum mengakomodasi pemanfaatan blockchain dalam perlindungan hak cipta. Tantangan utama meliputi maraknya pembajakan, lemahnya penegakan hukum, serta sistem pencatatan yang masih kurang transparan. Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 belum memasukkan mekanisme blockchain sebagai alat pencatatan resmi, sehingga implementasi teknologi ini masih terbatas.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan reformasi hukum yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi digital. Pemerintah perlu merevisi regulasi hak cipta agar blockchain diakui sebagai alat pencatatan yang sah serta mendorong kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri kreatif. Peningkatan literasi digital juga penting agar pemilik hak cipta memahami manfaat blockchain.

Dengan regulasi yang jelas, blockchain dapat menjadi solusi inovatif dalam menciptakan sistem perlindungan hak cipta yang lebih transparan, adil, dan efisien. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan bagi pencipta karya, memastikan pembayaran royalti secara langsung dan transparan, serta memperkuat ekosistem hak cipta digital di Indonesia.

Bagikan Postingan :
Artikel Terkait